(opini) Teguran Allah Itu, Bernama Corona

By Abdi Satria



Oleh: M. Nigara (Wartawan Senior)

TIDAK penting lagi membahas Corona itu senjata biologis atau virus murni. Tidak perlu lagi mengguncing, Corona adalah 'perang terbuka' China melawan Amerika. 

Yang pasti, korban setiap saat terus berjatuhan. Ketakutan semakin tinggi. Takut tertular dan takut tak makan bagi para pekerja harian, semakin membahana.

Corona tak pilih kasih, dia datang (tentu atas izin Allah, lalu membawa satu demi satu nyawa, karena memang telah datang batas waktunya). Dan..., bukan tidak mungkin, satu, korban berikutnya adalah kita.

Sudah lebih dari 160 negara terjangkit bencana ini. Corona enggan membedakan negara adidaya atau negara-negara pinggiran, semua diserbunya. Beribu jumlahnya, tak kenal pangkat dan jabatan, telah diantar ke alam barzakh. Miliaran dolar atau beribu triliun rupiah, uang yang selama ini dijadikan sebagai alat utama kesombongan, alat kekuasaan, alat keduniaan, alat penindasan, kini amblas. 

Corona yang super kecil, super senyap, super mematikan itu, tetap saja belum memperlihatkan tanda-tanda akan hengkang. Bahkan corona telah membuktikan diri lebih digdaya ketimbang: Donald Trump, Vladimir Putin, Xi Jinping. Dan tentu saja corona telah mempertontonkan kesuperannya di hadapan kita yang bukan siapa-siapa.

Lalu, masihkah kita merasa yang paling hebat di jagad ini? Masihkah kita merasa bahwa segalanya bisa kita atur semaunya?

Tidakkah kita mau menyadari bahwa ini adalah cara Allah memperlihatkan kuasanya? Masihkah kita ingin berpaling?

Semua tentu berpulang pada diri kita sendiri. Semua bergantung pada ikhlas atau tidaknya kita menghadapi semua ini.

Di bawah ini saya kutip dua ayat 5-6, dari quran-surah Al-insyirah:

فَإِنَّ مَعَ ٱلْعُسْرِ يُسْرًا

إِنَّ مَعَ ٱلْعُسْرِ يُسْرًا

Sesungguhnya bersamaan dengan kesusahan dan kesempitan itu terdapat kemudahan dan kelapangan. (Tafsir al-Mukhtashar).

Maknanya Allah menjanjikan pada setiap kesulitan, pasti ada kemudahan. Tentu dengan syarat, kita mau bersungguh- sungguh untuk berusaha. Jika kita tidak serius, maka kemudahan tak akan pernah datang. Sebagaimana janji Allah dalam qs, Ar-ra'd ayat 11:

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum hingga mereka mengubah diri mereka sendiri,”

Cara Allah

Jadi, corona pasti bukan kiamat (boleh jadi tanda-tanda kiamat). Saya dan kita semua yakin sepenuhnya bahwa Allah masih sayang pada kita. Sayang pada umat manusia, warga bumi ini. Hanya saja, Allah ingin menegur kita, ingin mengoreksi kita. Allah ingin memberi tahu bahwa Dialah sang penguasa sesungguhnya. Allahlah yang maha menentukan segalanya. Maklum, selama ini banyak manusia yang sudah jauh melampaui kewajaran. 

Selama ini banyak pihak yang sering mengambil peran Tuhan. Mempertontonkan kesombongan, memperlihatkan kedigdayaan. Memaksakan kehendak dan keburukan lain yang sangat merugikan. Sewenang-wenang.

Kita hendaknya bersyukur (mudah ditulis dan diucapkan, tapi sulit kita aplikasikan) Allah tidak langsung menebang tiang-tiang langit hingga tudung bumi yang luas itu runtuh menghujam, pasti berantakan. Allah juga tidak mengguncang bumi dengan dahsyat, hingga kita semua hancur berkeping-keping. Allah pun tidak membiarkan matahari membakar bumi, hingga kita terpanggang dan jadi bara api.

Allah mengirim teguran ini hanya dengan corona (sekali lagi mudah ditulis dan diucapkan). "Allah Tidak Akan Memberikan Suatu Cobaan Di Luar Batas Kemampuan Manusia”. (Q.S Al Baqarah : 286).

Jadi, masih kita ingin menyebut

yang paling super? Masihkah kita, menjadi yang paling benar?

Sahabatku, jadikanlah corona ini sebagai momentum untuk memperbaiki hati. Allah sepertinya meminta kita untuk berdialog dengan diri kita sendiri. Rasanya tidak berlebihan jika saya menilai bahwa inilah momentum yang terbaik bagi kita untuk memperbaiki diri. Dalam kesenyapan kita bisa hanya berduaan dengan Allah.

Selama ini kita terlalu sibuk dengan hal-hal yang pasti akan kita tinggalkan saat malaikat Izrail datang. Selama ini kita terlalu sibuk menepuk-nepuk dada dan merasa paling benar sendiri dan meremehkan orang lain. Selama ini kita terlampau sibuk untuk sesuatu yang tidak terlalu penting.

Inilah momen itu. Kita hendaknya bersyukur (tentu sulit kita ucapkan pada keluarga korban, seberapa pun baiknya mereka) diberi kesempatan itu. Sedapat mungkin kita gunakan kesendirian itu (tentu tak mudah kita ucapkan di hadapan saudara-saudara kita yang setiap hari harus mencari sesuatu hanya untuk keperluan makan) untuk mengadu, memohon, dan berharap kebaikan Allah yang jauh lebih luas. Kita jadikan hari-hari ini untuk keindahan yang hakiki.

Kita, ternyata bukan siapa-siapa. Kita, ternyata tetap makhluk yang papa. Kita, ternyata tetap membutuhkan pertolonganNya.

Semoga bermanfaat..

Tulisan ini saya dedikasikan untuk para pejuang kemanusiaan. Para dokter dan perawat, para aparat yang terus berjibaku di garis depan untuk menyelamatkan banyak manusia.

Tulisan ini juga saya khususkan untuk para korban, semoga Allah matikan semuanya dalam sahid...

Aamiin ya Rabb.